![]() |
Sebagian warga Tobelo Dalam bersama tim coklit KPU Tikep |
Tidore,
InfoSekayu.com- Suku Tobelo Dalam
merupakan suku yang tinggal di Kawasan Taman Nasional Aketajawe-Lolobata
(TNAL), Tidore Kepulauan (Tikep), Maluku
Utara. Mereka kerap disebut orang Togutil.
Ada sekitar 15 kepala keluarga yang menempati
hutan lindung seluas 167.300 hektare tersebut. Mereka hidup terpusat di area
yang disebut Dusun Tayawi, bagian dari Desa Koli, Kecamatan Oba, Tidore Kepulauan.
Nyaris sepanjang waktu warga Tobelo Dalam beraktivitas di dalam hutan.
Tidak heran, tim pencocokan dan penelitian
(coklit) data pemilih Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tidore Kepulauan yang mendatangi
Tayawi pada Sabtu, 3 Februari 2018, tidak bisa menemui warga Tobelo Dalam. Tim
harus kembali lagi keesokan harinya.
Sang kepala suku Antonius Jumat (60),
mengatakan butuh waktu untuk mengumpulkan warganya yang beraktivitas di
hutan."Mereka tersebar di sejumlah titik di dalam hutan. Saya harus
menyusuri hutan untuk memanggil mereka," tutur Antonius.
Warga Tobelo Dalam hanya percaya kepada
kepala suku mereka. Selain Antonius yang juga bergelar Fomanyira Ake Payahe I
Suduru dari Kesultanan Tidore, tidak ada lagi yang bisa meyakinkan mereka untuk
keluar hutan.
"Jadi, yang bisa datangkan mereka hanya
saya. Kalau orang lain yang meminta, mereka kurang percaya," ujarnya.
Tim yang dipimpin Ketua KPU Tikep Mochtar
Alting itu pun kembali ke Desa Tului Talagamori, Oba, untuk bermalam.
Perjalanan kembali memasuki TNAL juga diikuti Malut Post (Jawa PosGroup).
Kali ini warga Tobelo Dalam sudah berkumpul
di Dusun Tayawi. Meski begitu, tim masih harus menunggu mereka selesai
beribadah di gereja. Waktu ibadah pula yang kerap membuat mereka pulang ke
Tayawi dan meninggalkan hutan sementara waktu.
Mekanisme
Pemilu ala Suku Tobelo
Selain
melakukan coklit, agenda KPU saat itu ialah menggelar sosialisasi Pemilihan
Gubernur 2018. Dalam coklit, terdata warga Dusun Tayawi saat ini sebanyak 80
jiwa.
Pada Pemilihan Wali Kota
2015, yang punya hak pilih sebanyak 47 orang. Namun, kini 4 orang meninggal,
sedangkan empat orang yang lain memutuskan pindah dari TNAL. "Saat ini
tinggal 39 orang pemilih," kata Mochtar Alting.
Warga Tobelo Dalam tidak
pernah mencoblos sendiri surat suara untuk menentukan kandidat pilihannya.
Warga memercayakan kepada kepala suku dan salah seorang kerabatnya untuk
mencobloskan pilihan mereka. Sistem itu juga dilakukan pada pilwakot, pemilihan
legislatif, pemilihan presiden, hingga pemilihan kepala desa.
Antonius menuturkan,
seminggu sebelum pemilu digelar, dirinya harus menyusuri hutan untuk
mengumpulkan warganya. Pada hari H pencoblosan, warga Tobelo Dalam berkumpul di
Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dibuat KPU.
Lalu, mereka diperlihatkan
gambar para kandidat. Setelah perkenalan melalui gambar tersebut, warga diberi
waktu beberapa saat untuk menentukan pilihan. Begitu sang empunya suara sudah
sepakat menentukan pilihan, dia lalu memberitahukan kepada kepala suku.
Antonius-lah yang akan
melubangi surat suara pada gambar kandidat yang dipilih warga tersebut.
"Jadi, yang saya wakili hanya mereka yang hadir di TPS," kata
Antonius.
Mochtar
Alting menuturkan, praktik pemilihan di Tayawi merupakan bagian dari penyaluran
hak politik warga Tobelo Dalam. Kondisi keterasingan mereka membuat sistem
"istimewa" ini diterapkan. Mochtar memastikan, sistem tersebut tidak
menyalahi aturan. "Ini adalah hak politik mereka selaku warga NKRI yang
patut dihargai," dia menandaskan.
(Edp)
Post A Comment: