Banjarnegara, Infosekayu.com -
Keberadaan sampah seringkali dianggap sebelah mata, bahkan
menjadi masalah di beberapa daerah. Namun, di Desa Gentansari Kecamatan
Pagedongan Banjarnegara sampah digunakan untuk perlengkapan pernikahan.
Mulai dari jas pengantin pria, gaun pengantin wanita, kursi pengantin dan kursi tamu hingga sovenir dan bakckdrop pengantin, semuanya terbuat dari barang bekas.
Pasangan pengantin cinta lingkungan ini adalah Pawit Wahono (28) dan Eni Rahmawati (21). Meski menggunakan bahan bekas dalam pesta pernikahannya, pasangan ini tetap mengaku bangga.
Mulai dari jas pengantin pria, gaun pengantin wanita, kursi pengantin dan kursi tamu hingga sovenir dan bakckdrop pengantin, semuanya terbuat dari barang bekas.
Pasangan pengantin cinta lingkungan ini adalah Pawit Wahono (28) dan Eni Rahmawati (21). Meski menggunakan bahan bekas dalam pesta pernikahannya, pasangan ini tetap mengaku bangga.
Jas pengantin pria misalnya, layaknya jas pada umumnya dengan warna
hitam namun jas tersebut dibuat dari plastik bekas. Untuk pembeda di
bagian kerah jas menggunakan plastik motif merah menggunakan plastik
bekas bungkus kopi.
Bangku dan pelaminan pun dari limbah barang bekas |
Gaun perempuan pun tidak kalah uniknya. Gaun warna merah dan putih ini
juga dibuat dari bahan plastik bekas. Pada gaun perempuan juga
dikombinasi dengan bungkus kopi.
Untuk backdropnya dibuat dari barang bekas pertanian dengan dihiasi berbagai macam botol dan tutup botol bekas. Kursi pengantinnya pun unik yakni drum bekas yang sudah dimodifikasi dan terlihat cantik.
Tidak hanya di situ, kursi tamu juga tidak biasa yakni dengan menggunakan ban mobil bekas yang tertata rapi di depan pelaminan. Bahkan souvenirnya berupa bros juga dibuat dari barang bekas yakni tutup botol.
Menurut Pawit, meski terbaut dar sampah namun pakaian pengantin yang mereka gunakan tak membuat panas atau terasa berat.
"Tidak ada rasa malu karena ini juga untuk mengkampanyekan kepedulian akan sampah," kata Pawit yang juga ketua Karangtaruna di Desa Gentansari usai melangsungkan pernikahan Senin (1/1/2018).
Apalagi ia melihat keberadaan sampah kerap menjadi masalah di beberapa daerah. Misalnya banjir dan menularkan berbagai penyakit. Padahal menurut pria yang setiap harinya bekerja sebagai kuli panggul ini sampah bisa diolah menjadi barang yang bagus.
"Persiapan ini hanya 1 bulan mulai dari mengumpulkan sampahnya hingga membikin menjadi berbagai perlengkapan pernikahan," tuturnya.
Untuk backdropnya dibuat dari barang bekas pertanian dengan dihiasi berbagai macam botol dan tutup botol bekas. Kursi pengantinnya pun unik yakni drum bekas yang sudah dimodifikasi dan terlihat cantik.
Tidak hanya di situ, kursi tamu juga tidak biasa yakni dengan menggunakan ban mobil bekas yang tertata rapi di depan pelaminan. Bahkan souvenirnya berupa bros juga dibuat dari barang bekas yakni tutup botol.
Menurut Pawit, meski terbaut dar sampah namun pakaian pengantin yang mereka gunakan tak membuat panas atau terasa berat.
"Tidak ada rasa malu karena ini juga untuk mengkampanyekan kepedulian akan sampah," kata Pawit yang juga ketua Karangtaruna di Desa Gentansari usai melangsungkan pernikahan Senin (1/1/2018).
Apalagi ia melihat keberadaan sampah kerap menjadi masalah di beberapa daerah. Misalnya banjir dan menularkan berbagai penyakit. Padahal menurut pria yang setiap harinya bekerja sebagai kuli panggul ini sampah bisa diolah menjadi barang yang bagus.
"Persiapan ini hanya 1 bulan mulai dari mengumpulkan sampahnya hingga membikin menjadi berbagai perlengkapan pernikahan," tuturnya.
Ia menyebutkan biaya pernikahannya dengan menggunakan barang bekas hanya
menghabiskan anggaran Rp 2 juta. Jumlah tersebut digunakan untuk
membeli perlengkapan pendukung seperti bahan lem hingga aksesoris
lainnya.
"Untuk sampah–sampahnya kita mengambil dari bank sampah di sini jadi tidak terlalu susah mencarinya," kata Pawit.
Sedangkan Eni mengaku merasakan hal yang sama. Dia tidak malu dengan pesta pernikahannya dengan menggunakan barang bekas. Ia berharap pernikahannya ini menjadi pertama dan terakhir dalam hidupnya.
"Tidak malu malah bangga karena bisa mengkampanyekan untuk cinta lingkungan," ujarnya".(im)
"Untuk sampah–sampahnya kita mengambil dari bank sampah di sini jadi tidak terlalu susah mencarinya," kata Pawit.
Sedangkan Eni mengaku merasakan hal yang sama. Dia tidak malu dengan pesta pernikahannya dengan menggunakan barang bekas. Ia berharap pernikahannya ini menjadi pertama dan terakhir dalam hidupnya.
"Tidak malu malah bangga karena bisa mengkampanyekan untuk cinta lingkungan," ujarnya".(im)
Post A Comment: