Sumsel,infosekayu.com- Bermodal linggis, palu, cangkul, kayu dan papan bak membangun rumah rombongan Toni dan rekannya yang tergabung dari Desa Muara Tiku dan Sukamenang, Kecamatan Karang Jaya, Kabupaten Muratara menggali tanah dengan ukuran 1 meter persegi hingga sedalam 100 meter untuk mencari emas.

Kemudian disudut dinding tanah yang mereka gali dipasangkan kayu dan dihubungkan papan tersusun yang sudah dipaku untuk menahan tanah supaya tidak longsor. Karena sudah mencapai kedalaman 100 meter modal pun bertambah yakni mesin genset. Genset digunakan untuk penerangan lampu di bawa tanah. Diperlukan juga kompresor untuk menyalurkan udara ke dalam lubang yang sudah disambung menggunakan selang plastik panjang.

Selain itu ada selang panjang yang dihubungkan kedasar galiannya untuk menyedot genangan air supaya tidak membanjiri lubang. Mereka menggali lobang secara berkelompok sesuai dengan jalur napal hitam yang dianggapnya sebagai urat emas yang mereka cari.



Penambang emas tradisional di Kabupaten Muratara Provinsi Sumatera Selatan menggali lubang dengan kedalaman ratusan meter mencari emas. 

Sekitar lubang dibuatkan semacam pondok tempat tidur karena mereka menginap di lokasi galian. Selain itu disiapkan pula di atas lubang tali panjang yang dibuat dari kayu dan bisa diputar bak setir mobil atau seperti derek sumur untuk menarik karung berukuran 20 kg yang berisi pecahan napal hitam alias Or.




Pengalian lubang mencari sumber emas di Muratara

Awalnya lubang digali dengan kedalaman pertama sekira 40 meter, kemudian berbelok ke arah kiri dan menggali mendatar sekitar 30 meter, lalu menggali lagi kebawa hingga kedalaman sekira 30 meter sesuai arah urat emasnya dan terus digali."Yang masuk lubang biasanya orang empat dan sebagiannya menunggu di luar untuk berjaga-jaga dan mengerjakan aktifitas lain seperti menghancurkan Or agar jadi halus," kata Toni.

Dalam sehari, kata Toni biasa mendapat Or hingga lima karung. Dalam satu karung biasanya setelah diolah dapat emas sebanyak 50 gram, kadang lebih bahkan kadang hanya 20 gram. "Pekerjaan ini juga sulit kadang tak jarang selang penyedot air putus sambungan dan itu membutuhkan waktu lebih satu jam menyambungkannya," ujarnya.

Dikatakannya, sekarang ini sudah sepi warga yang melubang mencari emas dan banyak juga lokasi lubang yang ditinggalkan karena tidak ada isinya lagi. "Hasil emas yang kita dapatkan ini kita jual pada pengepul di Desa Sukamenang," katanya.



Penambang memecahkan Or atau urat emas yang berhasil dikeluarkan dari lubang galian untuk diambil emas murninya. 

Ditempat lain, Buyung warga Dusun 6, Desa Muara Tiku, Kecamatan Karang Jaya, Kabupaten Muratara juga mengatakan selama ini dirinya mencari emas dengan cara mendulang di sungai bahkan pernah ikut bekerja dilubang orang lain.

Tapi lanjutnya setelah mengecek dan coba-coba menggali di belakang rumah melihat napal hitam tipis yang lurus ke dalam tanah yang dianggapnya urat emas akhirnya dia terus menggali hingga kedalaman 3 meter. "Benar napal berwarna kehitaman itu urat emas akhirnya saya gali dan mengambil pecahan napal tersebut alias Or," katanya.

Or yang dia ambil itu sekitar dua karung beras ukuran 20 kg telah diolah ke dalam mesin dan mendapatkan hasil emas seberat 50 gram. "Kami mengalami kesulitan menggali karena lobangnya baru sekitar 3 meter sudah banyak air yang tergenang, untuk mengeluarkan air itu terpaksa mencari modal lagi membeli genset dan selang panjang, untuk tahap awal lubang memang agak kesulitan," tuturnya.



Emasss 

Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Sukamenang, Jamel A Yazer mengatakan rombongan penambang rakyat masih banyak hanya tidak seperti dulu ramainya. "Dikatakan berkurang tapi masih ada, kita juga tidak bisa mencegah mereka karena itulah sumber pencahariannya sehari-hari," kata Jamel. Dijelaskannya, disitulah mereka mencari kehidupan kalau tidak disitu tidak ada mata pencaharian lain, sedangkan yang nyadap karet ada sebagian saja.

Tapi rata-rata penambang rakyat itu jugo bukan dari Desa Sukamenang saja, bahkan dari Muara Batang Empu, Rantau Telang, Muara Tiku dan Tanjung Agung. "Pernah ada empat tahun lalu yang meninggal akibat tertimbun tanah karena longsor," ujarnya. (NL)
Share To:

redaksi

Post A Comment: