Sekayu, infosekayu.com, Dikutip dari laman kaganga.com, Palembang – Dua kekayaan budaya Provinsi Sumatera Selatan yaitu Budaya Senjang dan Bolu Lapan Jam resmi bertengger di top level Nasional sebagai warisan Budaya Tak benda Khas Sumatera Selatan di mana kedua nya berasal dari Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA). menyusul rentetan warisan budaya tak benda lainnya seperti Tarian Gending Sriwijaya, hal tersebut resmi diberikan oleh Mentri Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan (Mendikbud) saat itu yakni Anies Baswedan. Kepada Pemprov Sumsel Melalui Plt. Kepala Dinas dan Kebudayaan dan Pariwisata Palembang, Irene Camelyn Sinaga berupa Sertifikat Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia Tahun 2015.
Berdasarkan hal tersebut kita warga Musi Banyuasin harus bangga terhadap Kebudayaan kita tersebut yang kini tidak hanya digemari oleh kalangan masyarakat regional/wilayah kita saja, melainkan sudah menghipnotis masyarakat secara nasional. Diharapkan pemuda-pemudi kita juga menggemari kebudayaan tersebut bahkan lebih baik lagi apabila pemuda-pemudi bisa terlibat langsung dalam budaya tersebut. Seperti halnya senjang yang merupakan salah satu wadah untuk menghubungkan antara orang tua dengan generasi muda atau dapat juga antara masyarakat dengan Pemerintah bahkan bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisinya. Dalam menyampaikan aspirasi berupa nasihat, kritik maupun penyampaian strategi ungkapan rasa gembira bahkan juga sebagai kearifan lokal pecegah konflik sosial. Yang mana saat ini senjang tersebut lazimnya hanya dibawakan oleh generasi-generasi lanjut yang butuh akan penerus dan pengembang budaya lisan ini.
Begitupun dengan Bolu Lapan Jam yang setiap lebarannya pasti ada di setiap rumah-rumah penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin dalam hidangan Khas lebarannya yang menggugah selera setiap penikmatnya, Mengapa bolu ini dinamakan bolu delapan jam, itu disebabkan oleh waktu memasaknya yang memakan waktu hingga delapan Jam lamanya hingga matang dan siap untuk disajikan. Tidak sekedar rasa yang lezat dan waktunya yang panjang untuk diingat, melainkan proses selama menunggu matangnyalah yang menarik untuk di ingat, karena selama Delapan Jam Waktu memasaknya di gunakan oleh masyarakat untuk bersosialisasi, berkumpul, bersenda gurau dan mengakrabkan diri bersama sembari Bolu Delapan Jamnya Matang dan siap untuk disantap Bersama. Lagi-lagi kebudayaan tak benda ini juga sepi peminatnya di kalangan muda-mudi Musi Banyuasin karena berbagai alasan, sama halnya seperti Budaya Senjang, pelakunya kebanyakan adalah generasi-generasi lanjut yang butuh akan penerus, yang harapan besarnya terletak pada pemuda-pemudi sekarang ini.
Sebagai Pemuda-Pemudi Musi Banyuasin diharapkan tidak ada keraguan lagi untuk tidak mau bahkan malas untuk mengembangkan atau minimal mengetahui budaya yang kita miliki karena kalau bukan kita siapa lagi, karena pemudalah pionir dan gambaran suatu bangsa di masa yang akan datang. Dan perlu di ingat Kedua Kebudayaan ini sekarang sudah dikenal secara nasional yang tidak dimiliki oleh daerah lain, yang membuat kita bangga karena memilikinya. Mulai dari sekarang sebagai generasi muda penerus bangsa, kita harus mencintai budaya, melestarikan dan jangan perna malu untuk mengakui budaya daerah kita. Karena budaya yang kita miliki adalah identitas kita. Seperti Palembang kota pempek, Papua dengan Papeda dan sekarang Muba dengan senjang atau pun bolu Lapan Jam bahkan lebih lagi karena kita kaya, kaya akan tradisi dan budaya
Penulis : Zulkarnain Putra
Sumber : Dari Berbagai Sumber
Post A Comment: