TOGA : Tim penila provinsi melihat kebun toga Kelompok Kenanga di Desa Gajah Mati.
BABAT SUPAT,infosekayu.com- Apa yang dilakukan ibu-ibu di Desa Gajah Mati, Kecamatan Babat Supat, Muba, bisa menjadi contoh untuk menopang perekonomian keluarga. Mereka berhasil memproduksi obat maupun mamin (makanan dan minuman ) berbasis herbal. Menariknya, semua diproduksi dari kebun toga (tanaman obat keluarga) di belakang rumah masing-masing dan berhasil dijual hingga keluar Sumatera Selatan.
"Saat ini kami memproduksi 15 produk, 12 di antaranya produk herbal baik obat, makanan, minuman maupun suplemen, semuanya diracik dari 152 jenis tanaman toga dan herbal. Tiga lagi produk dari lele, karena kebetulan selain toga kami juga diajari soal lele," ungkap Ketua Kelompok Toga Kenanga, Yeni, usai memberi penjelasan kepada tim penilai lomba toga tingkat provinsi.
Kelompoknya sendiri yang beranggotakan 12 ibu-ibu, kata Yeni, merupakan salah satu dari banyak kelompok toga di Desa Gajah Mati. Semua berawal dari pembinaan dari salah satu perusahaan migas. Selain mendapat bantuan, mereka juga mendapat materi tentang toga termasuk pelatihan cara meracik hingga produksi.
Hasil produksi mereka beragam. Mulai dari jahe instan, kunir, sirup belimbing, temu lawak, minyak kelapa, bahkan hingga kopi dari biji mengkudu serta berbagai produk herbal lainnya dengan beragam khasiat dan manfaat. "Kelompok kami yang produksi, kemudian dijual ke koperasi. Mereka yang memasarkan ke luar, kalau produk sudah dijual sampai ke Lombok, Surabaya, Balikpapan, serta daerah lain, sistemnya mereka pesan. Kami sendiri beberapa kali ikut pameran seperti di Malang," ujar Yeni.
Para ibu di Desa Gajah Mati membentuk Koperasi Wanita Herbal Bersatu. Koperasi inilah yang kemudian memasarkan hasil produksi mereka, saat ini ada 52 anggota koperasi tersebut.
Nawiyah, salah satu anggota koperasi menjelaskan, semua produk dihasilkan dari kebun masing-masing anggota. Sehingga banyak tidaknya penghasilan tergantung banyak tidaknya produksi dan hasil panen anggota. "Proses produksi beragam Pak, ada yang kami ekstraksi, ada yang difermentasi ada juga seperti kopi dari biji mengkudu, kalau buahnya digunakan untuk obatnya. Nah bijinya kami sangrai, kemudian digongseng, lalu diblender atau digiling sehingga jadi bubuk seperti kopi," tukas Nawiyah seraya menawarkan mencicipi kopi biji mengkudu tersebut.
Camat Babat Supat, Marko Susanto mengatakan, produksi toga dan herbal terbukti efektif membantu perekonomian keluarga di Desa Gajah Mati. Karenanya desa tersebut akan jadi pilot project program serupa yang akan digagas ke desa lainnya di Kecamatan Babat Supat, tentunya dengan menggandeng perusahaan-perusahaan untuk menjadi bapak asuh. "Kami ingin nantinya Kecamatan Babat Supat dikenal sebagai Kecamatan Herbal," cetusnya.
Ketua Tim Penilai Lomba Toga Tingkat Provinsi, dr Herda MKes menerangkan, dari 17 kabupaten/kota yang ada di Sumsel, mereka akan melakukan penilaian ke enam daerah. "Muba dalam hal ini Desa Gajah Mati setelah kami lihat profilnya maka kami lakukan penilaian langsung," tegasnya. (red/Sumeks)
Share To:

redaksi

Post A Comment: